Tanya:
Mengapa Pandangan Konseling Alkitabiah Mengenai Manusia Itu Bersifat Dikotomi Bukannya Trikotomi?
Jawab:
Menurut pandangan dikotomi, manusia terdiri dari dua
unsur yang berbeda, yaitu raga (body) dan jiwa (soul). Raga mewakili
segala sesuatu yang tampak, sementara jiwa mewakili semua yang tak
terlihat. Dalam hal ini, istilah soul (jiwa) dan spirit (roh) adalah
aspek yang tidak terlihat pada manusia yang ditilik dari dua sudut
pandang yang berbeda. Maksudnya, sebenarnya jiwa dan roh itu satu bila
dilihat dari segi numerik.
Pemakaian kedua istilah di atas dalam Alkitab
membuktikan adanya pemikiran dikotomi. Soul ("nephesh" dalam PL dan
"psyche" dalam PB) dan spirit ("rush" dalam PL dan "pneuma" dalam PB).
Sebagai contoh, bandingkan Kejadian 35:18 dan Kejadian 31:5, juga
Yohanes 12:27 dengan Yohanes 13:21. Argumentasi lainnya, yaitu
pentingnya arti jiwa diperlihatkan oleh penggunaannya dalam beraneka
konteks untuk menamai totalitas dari aspek yang tidak terlihat pada
manusia. Misalnya dalam Markus 12:30, Lukas 1:46, Ibrani 1:18-19, dan
Yakobus 1:21. Akhirnya, Alkitab menggunakan kata tubuh dan jiwa
bersama-sama untuk menggambarkan manusia seutuhnya, seperti dalam Matius
10:28 dan Matius 16:26.
Dalam menilai dikotomi, soal penciptaan merupakan
argumen terkuat. Kejadian 2:7 mencatat bahwa manusia menjadi jiwa yang
hidup. Istilah ini mengandung segala sesuatu yang membentuk makhluk yang
hidup dan bernapas. Maka lebih tepat apabila dikatakan bahwa manusia
mempunyai roh, yang berupa jiwa. Selain itu, kedua istilah tersebut
dapat saling dipertukarkan dan hal ini menguatkan dikotomi tersebut.
Dari sisi negatifnya, kedua bacaan tadi (1 Tesalonika 5:23 dan Ibrani
4:12) tampaknya membedakan jiwa dari roh, sebagaimana dilakukan oleh
mereka yang memiliki pemikiran trikotomi.
Menurut pemikiran trikotomi, manusia terdiri dari
tiga unsur berbeda, yaitu tubuh, jiwa, dan roh. Jiwa mencakup prinsip
memberi nyawa dan kemampuan yang dimiliki manusia, seperti pikiran,
hati, dan kehendak. Sebaliknya, roh adalah kemampuan rohani untuk
berhubungan dengan Tuhan. Inilah yang dimaksud dengan dilahirkan kembali
dalam keselamatan.
Bukti dari posisi tersebut dapat dijumpai dalam
beberapa bacaan Alkitab yang menunjukkan fungsi jiwa dan fungsi roh yang
berbeda, seperti Matius 16:26 (apa yang hendak diberikan oleh manusia
bagi nyawanya/jiwanya, bukan bagi rohnya) dan Roma 8:16 (Roh Kudus
bersaksi kepada roh kita, bukan kepada jiwa kita). Di samping itu, dalam
1 Tesalonika 5:23 kedua istilah tersebut juga dibedakan satu dari yang
lain. Yang lebih penting lagi, Ibrani 4:12 menunjukkan bahwa jiwa dan
roh dapat dipisahkan oleh firman Tuhan. Oleh sebab itu, seharusnya roh
dan jiwa diartikan sebagai dua hal yang berbeda.
Setelah dievaluasi, sebenarnya pandangan trikotomi
paling mampu menjelaskan mengapa seseorang dapat dikatakan hidup secara
jasmaniah namun mati secara rohaniah. Oleh sebab itu, banyak penyajian
Injil yang dilakukan berdasarkan pandangan trikotomi. Akan tetapi,
keuntungan ini tidak diimbangi oleh adanya dukungan alkitabiah untuk
kedudukan tersebut. Mengenai 1 Tesalonika 5:23, pertama-tama kita perlu
mengamati, yaitu Paulus sedang sibuk berdoa. Ia tidak sedang
membicarakan tentang aspek apa yang membentuk manusia. Kedua, kata "dan"
yang menghubungkan jiwa dan roh lebih tepat diartikan sebagai suatu
"epeksegese kai" ketimbang sebagai keterkaitan yang sederhana, sehingga
kedua istilah yang dipertanyakan tersebut merupakan cara-cara lain dalam
membicarakan aspek tidak tampak yang dimiliki manusia. Ketiga, kata
kerja "terpelihara" dan kata sifat "seluruhnya" yang sama-sama
menjelaskan suatu kata berbentuk tunggal. Kendatipun, kata kerja
berbentuk tunggal juga dapat menjelaskan subyek netral dalam tata bahasa
Yunani, tata bahasanya berbunyi yaitu "apabila subyek terdiri dari kata
benda kolektif yang menunjukkan kumpulan, maka kata kerja yang
mengikutinya berbentuk tunggal."(1) Akhirnya, kata "seluruhnya" itu
"holoteleis" bukan "holomereis", artinya tidak mengacu pada
bagian-bagiannya. Jadi tanda-tanda leksikal, kontekstual, dan
gramatikalnya jelas-jelas mengecilkan penafsiran trikotomi ayat
tersebut.
Kasus yang terdapat pada Ibrani 4:12 juga sama
problemanya. Bacaan tersebut tidak membicarakan soal pemisahan jiwa dari
roh, karena tidak terdapat kata depan ek, apo, atau kata. Lagi pula,
tidak terdapat kata kerja yang menunjukkan adanya pembagian antara dua
hal. Pelengkapnya berupa serangkaian genitif, seperti "memisahkan jiwa
dari roh." Dengan kata lain, yang dipastikan di sini yaitu kemampuan
firman Tuhan memisahkan jiwa dari jiwa itu sendiri dan roh dari roh itu
sendiri. Ungkapan seperti "sendi-sendi dan sumsum" mengokohkan pemahaman
kita akan ayat satu ini. Ungkapan ini tidak berarti adanya pemisahan
sendi-sendi dari sumsum, karena di antara keduanya tidak ada kaitan.
Yang dimaksud di sini, yakni pemisahan tulang sendi yang satu dari
tulang sendi yang lain dan pemisahan sumsum tulang dari permukaan
tulang. Oleh sebab itu, Ibrani 4:12 tidak dapat dijadikan eksegese untuk
mempertahankan trikotomi.
Penganut dikotomi mempunyai cara lebih baik untuk
menghubungkan jiwa dengan roh yang sejalan dengan penafsiran Alkitab.
Jiwa/nyawa membuat tubuh hidup dan merupakan pusat kesadaran dan
kepribadian manusia, mencakup intelektual, afeksi, dan kehendak. Kata
roh mengacu pada kemampuan tidak terlihat yang sama dalam hubungannya
dengan Tuhan. Seorang yang mati secara rohaniah adalah orang yang
kemampuan-kemampuan jiwanya tidak dihubungkan sebagaimana mestinya
dengan Tuhan. Dalam kelahiran baru, Roh mengarahkan kembali semua
kemampuan jiwa kepada Tuhan sehingga jiwa hidup kembali secara rohaniah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar